Maafkan aku, rumah tangga ini jadi neraka bagimu

Maafkan aku, rumah tangga ini jadi neraka bagimu

Kisah Dari Ruang Terapi #01

Namaku Anton 38 tahun. Sudah delapan tahun aku menikahi Rani istriku. Hingga saat ini kami sudah dikaruniai dua orang putra putri, Irfan anak pertamaku sudah kelas satu SD dan Rania putri keduaku saat ini masih di TK.

crying girl

Sesungguhnya aku sangat mencintai mereka. Istriku Rani sangat cantik. Aku melamarnya ketika dia baru lulus dari sekolah Madrasah Aliyah (setarah SMA). Dia dari keluarga baik-baik, walau ekonominya tidak terlalu bagus.

Kami satu kampung. Saya dari keluarga yang lebih beruntung. Ayahku dulu juragan dikampungku. Dan ibuku tentu saja seperti layaknya para istri dikampungku, ia hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Walau secara ekonomi cukup baik, tapi Ayah yang keras membuat kehidupanku sejak dulu tidak terlalu banyak menyimpan cerita indah.

Semenjak menikahi Rani, kehidupan kami sebenarnya cukup baik. Aku punya usaha bengkel mobil dan juga sampingan jual beli mobil. Ada keuntungan lumayan dari bisnis jual beli mobil ini. Secara ekonomi, kami hidup cukup layak.

Rani istriku sungguh cantik. Dia juga adalah istri yang sholeh. Dia telah begitu sabar mendampingiku. Menuliskan kisah ini, tak kuasa aku menahan air mataku. Betapa tidak, tak jarang telapak tanganku melayang dan mendarat di pipinya yang cantik setiap kali ada kekesalan di hatiku.

Tak sanggup aku menahan air mataku jika terbayang bagaimana aku memperlakukannya dengan kata-kata yang tidak selayaknya aku keluarkan kepada ibu dari anak-anakku. Bagaimana aku bisa dengan sangat mudah meluapkan emosi dengan kata-kata dan juga secara fisik hanya karena hal-hal sepele.

Aku pun heran karena secara sadar tidak pernah aku punya niat seperti itu. Aku hanya merasa, aku seperti tidak bisa mengendalikan emosiku ketika berhubungan dengan istriku. Dan selama delapan tahun tidak ada upaya apapun dariku untuk merubahnya, sampai ketika minggu lalu, Rani -istriku- menghadapku dan berbicara bahwa dia ingin aku melepaskannya……….

Langit yang cerah seakan mau runtuh. Dan aku tak bisa menahan tangisku.

Dari hatiku yang paling dalam aku mencintainya dan aku tak mau kehilangan dirinya. Aku memohon waktu kepadanya agar dia mau sedikit bersabar. Aku janji aku akan berubah.

 ——————————————————-

Pagi ini aku duduk dikursi yang nyaman di sebuah ruang terapi. Istriku menungguku di ruang tunggu. Aku ingin berubah dan mungkin inilah jalan terbaik buatku……..

Sejujurnya aku tidak percaya dengan teknik ini. Tapi aku harus berubah.

Beberapa saat setelah itu, aku tiba-tiba seperti menembus lorong waktu. Sebuah terowongan waktu yang berwarna warni dengan warna merah dan orange yang dominan. Tidak begitu nyaman, karena aku menembusnya seperti berputar putar dan terasa agak panas. Nafasku sedikit sesak dan aku takut……

Tiba-tiba aku merasakan kembali. Aku berada disana. Kembali ke suasana yang lebih tepat aku bilang neraka.

Aneh sekali aku seolah benar benar mengalami kembali kejadian itu. Aku yakin umurku paling baru tujuh tahunan. Aku mencoba menahan tangisku. Aku berdiri disudut rumah. Aku begitu takut. Di hadapanpu, aku melihat dengan sangat jelas Ayahku memukuli ibuku. Bukan sekali. Berkali-kali.

Ibuku terlihat tak berdaya. Aku tidak mengerti.

Aku hanya takut.

Dan ada rasa benci yang memuncak kepada ayahku. Emosiku meledak-ledak. Tapi aku takut.

Aku akhirnya dibimbing untuk menguras rasa benci dan emosiku yang meledak-ledak ini. Luapan emosi yang telah terpendam selama puluhan tahun aku keluarkan semuanya.

Hingga akhirnya aku menyadari bahwa aku harus memaafkan dia. Aku menyadari bahwa memaafkannya adalah untuk kepentinganku. Aku menyadari bahwa memaafkannya bukan berarti membenarkan tindakannya.

Aku yakin ayahku melakukannya karena ketidak sadarannya.

Aku merasakan kelegaan yang teramat sangat. Aku merasa sangat bahagia. Karena sekarang aku tahu, bahwa aku selama ini telah memendam dendam dan emosi kepada ayahku dan aku takut mengungkapkannya sehingga istriku menjadi korban.

Aku ingin memeluknya. Aku ingin menciuminya

Aku tak sabar ingin keluar dari ruang terapi ini dan menemui istriku. Aku ingin memeluknya. Aku ingin menciuminya. Aku ingin menebus ketidaksadaranku yang telah menempatkannya dalam neraka di rumahnya sendiri.

Tinggalkan komentar