Jika Anda pernah membaca salah satu blog saya tentang spiritual hipnosis, maka kali ini saya kembali akan menulis posting terkait pendapat dan pengalaman beberapa rekan yang gemar dan menekuni dunia teknologi pikiran.
Mau tidak mau, suka tidak suka, ketika kita bicara dunia alam bawah sadar akan sedikit menyentuh area area yang “tak terjangkau” sebelumnya. Area yang tak terjangkau sebelumnya ini antara lain terkait spiritualitas seseorang, terkait kesadaran / awareness, pengenalan tentang Tuhan dll.
Nah berikut ini adalah sharing beberapa pengalaman rekan-rekan yang sudah berkecimpung di dunia teknologi pikiran.
Ibu Dewi T Tjahjadi, C.Ht:
Memang di awal mempelajari teknologi pikiran, sy sempat merasakan “bahaya”nya, yaitu bila semua bisa dikuasai oleh pikiran, jd di mana posisi religiusitas, di mana posisi Tuhan, krn seolah semua dpt diatur oleh pikiran bawah sadar.
Tapi buru2 sy arahkan pikiran tsb agar tdk sampai melenceng terlalu jauh, krn sy pribadi tdk mau menjadi sekuler. Jd tetap sy tempatkan Tuhan pada posisi utama, baru setelah itu pikiran bawah sadar.
Pikiran bawah sadar selalu saya arahkan untuk percaya bahwa setiap hal baik yg terjadi seolah2 krn “kebetulan” selalu saya serahkan ke bagiannya Tuhan, krn Tuhan yg sudah siapkan semua bagi saya dan keluarga, maka hal2 baik itu terjadi.
Bukan karena pikiran bawah sadar saya yg membuat itu terjadi, namun kehendak Tuhan yg membuat pikiran saya bisa terarah kpd hal baik, maka hal baik itu terjadi.
Dan berikut ini sharing dari Ibu Kristin Liu, CCH:
Perjalanan dan pemahaman spiritual sesungguhnya tidak bisa diuraikan dengan kata dan kalimat. Karena sangat bersifat personal. Dan hanya oleh diri sendiri hal tersebut bisa dipahami dan dirasakan.
Namun demikian saya mencoba untuk berbagi apa yang telah saya pahami. Saya sharing tentang perubahan pemahaman saya pribadi pasca mengenal, mendalami dan mempraktekkan teknologi pikiran khususnya hipnosis dan hipnoterapi.
Saya menganut ajaran Buddha, sebuah ajaran yang memiliki pandangan berbeda tentang konsep Ketuhanan dibanding agama lain. Dalam ajaran Buddha konsep Ketuhanan adalah terlalu tinggi untuk bisa dipahami oleh intelektualitas manusia, namun hanya bisa dipahami secara spiritual. Untuk itulah dalam prakteknya, memahami konsep Ketuhanan bukanlah yang utama dalam mempraktekkan ajaran Buddha. Namun seiring dengan praktik kebenaran yang dijalankan maka konsep Ketuhanan akan dipahami dengan sendirinya.
Memahami konsep Ketuhanan terlebih dahulu tidaklah ada gunanya dibanding mempraktikkan kebenaran. Ibarat kita pakai handphone, kita tidak perlu memahami detail tentang setiap bahan yang ada di dalamnya baru kita pakai. Namun cukup memahami bagaimana cara mengoperasionalkannya sudah cukup untuk mendapat manfaat atas handphone tersebut. Tapi sambil pakai kita akan semakin paham cara kerja dan sebagainya.
Nah… Saya tumbuh dalam pemahaman seperti itu. Namun yang terjadi setelah saya mendalami teknologi pikiran sungguh mengejutkan saya. Karena ternyata mampu mempercepat pemahaman saya tentang konsep Ketuhanan serta cara kerja semesta. Dengan kata lain saya bertemu “Tuhan” dalam batasan pemahaman saya.
Dari pengalaman Ibu Dewi dan Ibu Kristin Liu tersebut maka bisa kita simpulkan bahwa tidak benar jika ada pandangan bahwa semakin kita memahami teknologi pikiran semakin jauh kita dari hal yang kita imani. Jika benar yang kita imani adalah Tuhan, maka sebenarnya pemahaman akan pikiran akan membawa kita semakin dengan dengan-Nya.
Teknologi Pikiran Sebagai Tools
Bahkan jika kita mengambil satu sudut pandang yang lebih baik, maka kita gunakan pemahaman terhadap ilmu dan teknologi pikiran ini sebagai tools untuk membantu dalam perjalan spiritual kita, sebagai salah satu tools untuk membuktikan keagungan-Nya, sebagai salah satu tools untuk memahami makhluk ciptaanya.
Kalau tidak salah ada hadist yang mengatakan bahwa “Barang siapa mengenal dirinya, maka dia mengenal penciptanya”. Teknologi pikiran, ilmu hypnosis memungkinkan Anda mengenal diri Anda lebih baik, demikianlah kenyataanya.
Ilmu & Teknologi pikiran sebagai tools juga bisa mempermudah kita mengakses dan mengelola sumber daya baik yang ada di diri kita ataupun alam ini. Sangat sulit sekali seseorang yang paham bagaimana cara pikiran bekerja, melakukan perbuatan yang men-dzalimi diri sendiri atapun orang lain, demikianlah kenyataanya.
Menjadi Orang Yang Biasa Saja
Ada banyak tercatat laporan baik dari Client maupun Rekan Praktisi yang merasakan manfaat dari ilmu teknologi pikiran ini. Manfaat yang dilaporkan mulai dari kemampuan yang semakin meningkat dalam mengelola emosi, melakukan restrukturisasi progam pikiran bawah sadar yang buruk, menarik semakin banyak rezeki dan keberlimpahan hingga beberapa pengalaman atau sensasi “mistis” saat melakukan self hypnosis atau meditasi.
Tetapi orang orang tersebut ini tentu tetap menjadi orang yang biasa saja, orang normal, bukan para normal walau kadang intusi-nya menjadi sangat kuat dan terkesan waskita. Akan tetapi Mereka tetap menjadi manusia yang sangat manusiawi.
Pikiran Adalah Pelopor – Ajarang Sang Budha
Konon Sang Buddha pernah mengajarkan bahwa apapun yang ada di semesta alam ini. Mereka memiliki bentuk, nama, rupa, warna dan apapun pertanda bahwa mereka ada, itu karena pikiranlah yang melabelinya.
mereka ada, itu karena pikiranlah yang melabelinya
Jadi segala sesuatu ada karena adanya pikiran. Itu sebabnya dikatakan di dalam satu sutta bahwa “Pikiran adalah pelopor”.
Kehebatan pikiran ada pada kemampuannya untuk memberikan label, bukan pada fenomena luar biasa yang terjadi sebagai akibat dari adanya pikiran. Karena yang melabel fenomena itu adalah pikiran.