Bagian 1: Fobia Sosial Bertahun Tahun
Pertama-tama, aku harus ngomongin tentang hidupku yang nggak pernah mudah.
Nama aku Ani, aku anak satu satunya. Ayah dan ibuku adalah karyawan. Sejak kecil aku sering melihat mereka bertengkar. Pernah juga aku melihat ibu dipukul ayah. Aku tidak pernah tahu percisnya kenapa, karena kejadian percekcokan mereka sudah teramat sering. Seolah tidak perlu ada alasan apapun.
Aku lebih suka menyendiri daripada bermain dengan teman-teman.
Aku merasa aku tidak istimewa. Tubuhku jelek. Hitam. Hidungku pesek. Aku tidak pernah ingat apakah kedua orang tuaku pernah memujiku dan memanjakanku sejak aku kecil. Aku tidak mengingatnya sama sekali.
Aku memang selama ini selalu menghindar.
Bertahun tahun aku simpan omongan-omongan yang aku pikir menyudutkan ku. Aku mungkin aneh.
Gak nyangka, semakin lama, aku merasa rasa takut sama cemas ini bener-bener semakin kuat.
Untuk keluar rumah saja aku takut dan cemas.
Dan ketika aku masuk kuliah, kecemasanku bertemu dengan orang orang baru semakin menjadi. Rasa takut ini seolah sangat sulit aku kendalikan.
Saking tidak tahan, aku benar benar berhenti kuliah. Aku tidak berani masuk kelas. Padahal bisa dikatakan ini baru awal awal saja. Aku merasa aneh diantara teman teman kampus, Aku merasa mereka ngomongin aku dibelakang. bahwa Aku aneh.
Bagian 2: Bekerja Sementara
Setelah memutuskan tidak melanjutkan kuliah, aku lebih banyak mengurung diri di rumah, Aku semakin ketakutan bahkan ketika keluar rumah untuk membeli beberapa keperluan di warung dekat rumah.
Hal ini tentu membuat ibuku sedih,
Ibuku tidak mau aku terpuruk terus.
Ibuku memaksaku untuk bekerja dikantornya. Agar terbiasa bergaul dengan banyak orang.
Aku tidak ada pilihan selain menerima tawaran ibuku.
Aku pikir, mungkin dengan bekerja, aku bisa kembali membiasakan bertemu dengan orang orang. Setidaknya dengan teman-teman dikantor.
Tapi bukannya aku menjadi terbiasa dan bisa menikmati bergaul dengan teman-teman kantor. Yang terjadi adalah semakin parah.
Setiap bangun pagi, kecemasanku semakin jadi. Aku membayangkan harus keluar rumah, terpaksa harus berbicara dengan orang.
Aku takut dan cemas.
Jika Anda membaca kisahku ini dan belum pernah mengalami gangguan kecemasan sosial , mungkin Anda pikir aku ini hanya membuat-buat. Demi Allah, ketakutan dan kecemasan yang aku rasakan ini benar benar nyata, Tanganku dingin berkeringat. Dan saat berada dilingkungan yang ada banyak orang, gejala fisik di tubuhku terasa menggigil, gemetar. Kepala pusing.
Dari artikel yang aku temukan di internet, kondisi kesehatan mental seperi yang aku alami ini, diagnosa nya disebut gangguan kecemasan sosial atau social anxiety disorder (mental health).
Ya Allah, kenapa aku begini? Apakah aku akan jadi gila?
Bagian 2: Mencoba Terapi
Mungkin doa ku dijawab Allah, dengan cara ada teman kantor ibu saya yang memberikan saran untuk membawaku ke sebuah klinik hipnoterapi di Cibubur.
Ketika ibuku mengajaku ke klinik ini, aku sangat semangat. Aku pikir, “Ah, mungkin ini doaku. Aku harus mencobanya!”
Jadi, aku putusin buat beraniin diri buat nyoba terapi di sana. Aku pengen ngelepas beban ketakutan dan kecemasan yang sudah hampir ngerusak hidupku selama ini.
Pas pertama kali ketemu dengan coach Yuan Yudistira, hipnoterapis yang baik hati, aku agak gugup juga. Tapi, dia bisa bantu aku buat nyaman dan ngobrol dengan santai. Aku cerita semuanya, hidupku yang kayak gimana, dan bagaimana phobia sosialku merusak semuanya. Aku sangat kesulitan melakukan interaksi sosial. Setiap kali aku cerita, coach Yuan mendengarkan dengan seksama dan mencatat hal hal yang mungkin penting.
Coach Yuan Yudistira, juga menjelaskan cara kerja hipnoterapi. Bahwa hipnoterapi dilakukan dengan mencari penyebab atau akar masalah yang membuat aku menjadi penderita fobia sosial. Dengan hipnoterapi, nanti akan dicari penyebab gejala kecemasan yang semakin hari semakin menjadi.
Dari caranya menjelaskan, saya tahu coach ini tulus hatinya, Tekadku semakin bulat untuk ikhlas dan pasrah mengikuti arahan dan bimbingan yang diberikan,
Benar saja, di sesi pertama entah mengapa, ternyata aku melihat aku kembali ke masa masa saat pertama masuk SMA. Aku tanpa sengaja mendengar teman sekelasku yang mengatakan “hidung si Ani itu aneh ya…”. Tidak aku sangka, perkataan temanku itu begitu dalamnya menusuk masuk dalam hati dan pikirankan.
Dan semakin aku jalani, aku semakin tidak nyaman bergaul dengan mereka. Dan semakin lama semakin aku merasa aneh.
Coach ini entah bagaimana caranya, membuatku bisa melihat kejadian-kejadian itu dengan cara yang berbeda. Aneh bin ajaib. Aku merasakan perubahan yang cukup nyata dalam sesi pertama.
Bagian 3: Banyak sampah yang aku koleksi di pikiranku
Terus, dalam beberapa pertemuan berikutnya, Coach Yuan Yudistira terus membantu aku menggali akar masalah social phobia yang aku alamin.
Entah bagaimana, aku dibimbing menemukan kejadian kejadian yang bahkan aku tidak menyangka bisa berakibat membuat aku mengalami fobia sosial.
Terbayang bagaimana ayahku kalau berantem dengan ibu, segala rupa caci maki, kebon binatang keluar dari mulutnya. Tak jarang juga dengan tamparan.
Dan coach Yuan Yudistira ini juga memberikan aku satu kesadaran bahwa semua kejadian pahit yang aku alami, semakin diperburuk dengan sikapku yang suka nyimpen masalah sendiri dalam hati. Lagian, lingkungan keluargaku juga nggak kondusif banget, jadi semakin nambah beban yang aku tanggung. Aku jadi belajar buat sembunyiin rasa takut dan cemas lebih dalam lagi, sampe susah banget buat berhubungan sama orang lain.
Selama sesi konsultasi, Coach Yuan Yudistira sering banget ngomongin pentingnya buat berbagi beban dengan orang-orang yang deket sama kita. Dia bilang, kalau ada kejadian yang bikin takut atau cemas lagi, jangan simpen sendiri. Lebih baik cerita ke orang yang kita percaya, biar beban kita berkurang.
Nah, setelah empat pertemuan yang seru banget, aku merasakan perubahan yang nggak terduga. Aku jadi lebih percaya diri dan bisa bergaul dengan normal. Berkat bantuan dan dukungan Coach Yuan Yudistira. aku belajar menghadapi kecemasan sosial dengan lebih baik.
Setahun sudah berlalu. Dan Aku telah berani daftar balik kuliah lagi, walaupun awalnya ragu, , tapi aku nggak mau biarin fobia sosial menghalangi hidupku lagi.
Sekarang, rasanya kayak hidupku akhirnya ketemu arah yang bener. Aku masih inget banget gimana gannguan fobia sosial ngebikin aku menjauh dari orang lain, tapi sekarang, aku bisa lihat dunia dengan penuh keberanian. Terima kasih banget buat Klinik Terapi Candradimuka dan dr. Kusuma yang udah bantu sembuhin phobia sosialku.
Aku menulis Cerita hidupku sebagai Ani yang bertahun-tahun menderita phobia sosial ini buat aku ngerasa kembali hidup.
Aku belajar kalau gak ada yang salah jadi introvert, tapi kalau kita terus sembunyi dan ngerasa sendiri, cuma merusak diri kita sendiri.
Dengan terapi yang tepat dan dukungan dari orang-orang yang dekat sama kita, kita bisa menaklukkan phobia sosial dan menemukan kembali kebahagiaan dalam hidup. Rasanya kayak dapet hidup baru yang lebih berwarna dan penuh keberanian.